Pages

Minggu, 11 Juli 2010

Tentang Jakarta (1), Prolog



Pertama, ini mungkin cerita tentang ‘keterbelakangan’ orang yang memang terbelakang, mencoba mengisahkan sedikit di antara bejibun misteri kota Jakarta. Tentang ini, bahkan ada teman saya yang bilang, “idih, goblok maksa!” ucapnya dengan tampang sok bohay. Saya tersenyum saja, tersenyum khas dengan interpretasi sedikit witis (istilah orang jawa).
Kedua, cerita ini mungkin semacam “culture shock” (meminjam istilah Din Syamsuddin) yang biasa terjadi ketika ada asimilasi kebudayaan. Antara desa dan kota. Antara Madura dan Jakarta. Antara wong cilik dengan orang gede, dan semacamnya dan semacamnya….
Ketiga, dengan harapan besar bahwa tulisan ini akan menjadi semacam inspirasi, renungan, atau mungkin bahan tertawaan. Yah, setidaknya meski tidak sepopuler tulisan Dahlan Iskan ketika menuliskan detik-detik Operasi Hatinya, tapi inilah tulisan saya, hadir dengan rasa percaya diri yang purna! Semoga…

Bahkan, hingga tulisan ini mulai dibayangkan untuk ditulis, saya tidak tahu harus memulainya dari mana. Dari Monas (karena tinggi lalu turun ke bawah, sedikit membumi), dari Cibubur, dari Metro TV, dari Wisma Handayani milik Disdakmen di Cipete, dari Dufan, atau mungkin dari cara makan orang Madura yang sedikit keterlaluan!. Ah, awalnya saja sudah membingungkan. Lalu bagaimana akhirnya? Semoga tidak acakadut. Semoga jadi hiburan. Amien, ya Rob… (ah, azzam banget!)
Dan akhirnya, saya tahu harus memulai dari mana. Sebagaimana alur dalam sebuah cerita, ada maju, ada mundur, ada maju-mundur. Dan saya memutuskan untuk memilih maju-mundur, meski dengan konsekuensi pembaca mungkin akan merasa ‘dipermainkan’. Tapi, itulah cerita… , darimana saja memulainya, yang penting semuanya masih dalam batas “kewajaran”.
Pembaca mungkin bertanya, kenapa harus Jakarta yang diceritakan? Bukankah akan kesulitan jika harus mereview sesuatu yang sudah menjadi masa lalu? Kenapa tidak Madura saja yang masih “gemah ripah loh jenaweh”? sekali lagi ini tentang ketertarikan dan sebuah tantangan, kawan (meski kurang mengena, saya harap anda paham!). Bla. Bla. Bla…
……._ssttt, pembaca tahu kenapa saya seakan-akan mendelay tulisan ini? Ngalor-ngidul kesana kemari seperti tak jelas juntrungannya. Pambaca tahu?. OK-OK. Selain untuk membuat penasaran dan pembaca seperti orang kegatelan, (syukur-syukur bisa mengucapkan, “ih bikin penasaran aja…”,) yang mau saya tulis (ini yang penting) tak jua muncul ke permukaan, kawan… WHAT??? GILA…!!!. Blank. Kosong. Hitam… Dari tadi sudah saya paksa, tak mau keluar. Sudah saya beri bermacam-macam stimulus, idesaya seperti diam. Akhirnya, saya ingat sesuatu; mengepulkan asap, meniupnya hingga terbang, melayang-layang di udara. Dan seketika, ide saya muncrat kemana-mana, bahkan sekarang mereka sedang menari bersama asap magis buatan saya. Ini mungkin hiperbolis, melankolis, dan metaformis, tapi yang penting nggak najis! Itu ajah.. jah… jah…
*nggak nyambung banget!*

Hah&*haf^5$%&)(&nda&^%$

Huff%^#67(#@!)(&(

Dan, Bismillahirrahmaanirrahim…

Tunggu, ya…

Edisi per Edisi, (karena buatnya sesuka hati, tak setiap hari…)

1 komentar:

  1. Edisi ini, meski tidak menentu, akan berkelanjutan!

    BalasHapus