Biar kumengais sisa telapak kakimu
Sebab kutahu terselip surga pada dedebuan itu
Jika secarik nafasmu kau robek
Pun sepenggal kepalaku kau tebas
Tak akan terbayar hangat dekapmu, ibu…
Dulu, sering sekali kudengar nyanyian surgawi pada getar suaramu saat kau kecup keningku di rubaiyat malam lalu melelapkanku dalam peluk kasihmu.
Sementara lelentik jemarimu membelai mesra rambutku
Sebaris do’a kudengar
“tidurlah, saying… jangan kau nakal!”
Maaf ibu, jika hingga kini belum kuresapi do’amu
Tapi, delerai air mata dan kucur keringatmu sudah kupersiapkan untuk melukis semyummu
Lantaran aku tahu;
Ada senyum Tuhan pada senyum manis bibirmu…
Ibu…
Istanaku, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar